Welcome In My Blog

Sabtu, 05 November 2011

Laporan Agroklimatologi Tentang Curah Hujan


LAPORAN PRAKTIKUM
AGROKLIMATOLOGI
CURAH HUJAN







FERDY OKTAVIYAN
05101007030














PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
INDRALAYA
2011




I.               PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Curah hujan adalah unsur iklim yang sangat berubah-ubah dari tahun ke tahun, adalah penting bahwa setiap analisis iklim pertanian mempertimbangkan variabilitas ini dan tidak hanya didasarkan atas nilai rata-rata. Total curah hujan tahunan untuk kano (12oU) dari tahun 1916 sampai 1975. Ini adalah catatan curah hujan khas dengan variasi besar dan disertai periode-periode pendek di atas dan di bawah curah hujan rata-rata. Curah hujan rata-rata adalah 850 mm dan total tahunan berkisar dari 416 mm pada tahun 1975 sampai 1181 pada tahun 1931. 
Evaporasi (penguapan) terjadi Ketika air dipanaskan oleh sinar matahari, permukaan molekul-molekul air memiliki cukup energi untuk melepaskan ikatan molekul air tersebut dan kemudian terlepas dan mengembang sebagai uap air yang tidak terlihat di atmosfir. 
Hujan turun dari awan, adanya awan belum tentu turunnya hujan. Hujan baru turun bila butir-butir air di awan bersatu menjadi besar dan mempunyai daya berat yang cukup dan suhu di bawah awan harus lebih rendah dari suhu awan itu sendiri, maka butir-butir air yang telah besar dan berat jatuh sebagai hujan
Curah hujan yang dinyatakan dalam milimeter (mm) yaitu tinggi lapisan air yang jatuh di atas permukaan tanah, andaikata air tidak meresap ke dalam tanah, mengalir atau terjadi penguapan akan mempunyai volume 1 liter. 
Curah hujan sering disebut dengan presipitasi. Presipitasi adalah air dalam bentuk cair atau padat yang mengendap ke bumi yang selalu didahului oleh proses kondensasi atau sublimasi atau kombinasi keduanya yang sering dinyatakan dalam mm. Uap air merupakan sumber presipitasi seperti hujan dan salju. Jumlah uap air yang terkandung dalam udara merupakan indikator potensi atmosfer untuk terjadinya presipitasi. Kandungan uap air diatmosfer hanya kurang dari 2 % dari total volume di atmosfer. Kandungan uap air dapat bervariasi antara 0 % hingga 3 % didaerah lintang menengah dan dapat mencapai 4 % di daerah tropika basah. 
Hujan merupakan unsur fisik lingkungan yang paling beragam baik menurut waktu maupun tempat dan hujan juga merupakan faktor penentu serta faktor pembatas bagi kegiatan pertanian secara umum, oleh karena itu klasifikasi iklim untuk wilayah Indonesia (Asia Tenggara umumnya) seluruhnya dikembangkan dengan menggunakan curah hujan sebagai kriteria utama. Dengan adanya hubungan sistematik antara unsur iklim dengan pola tanam dunia telah melahirkan pemahaman baru tentang klasifikasi iklim, dimana dengan adanya korelasi antara tanaman dan unsur suhu atau presipitasi menyebabkan indeks suhu atau presipitasi dipakai sebagai kriteria dalam pengklasifikasian iklim.

B.     Tujuan
Dalam praktikum agroklimatologi mengenai curah hujan ini, memiliki tujuan yaitu untuk mengenal alat yang digunakan untuk mengukur curah hujan serta mengenal bagian-bagian dari alat tersebut. Selain itu, untuk mengetahui cara pengmbilan data serta penetapan curah hujan dari alat tersebut alat di suatu daerah.



II.            TINJAUAN PUSTAKA
 Hujan adalah kebasahan yang jatuh ke bumi dalam bentuk cair. Butir-butir hujan mempunyai garis tengah 0,08 – 6 mm. Hujan terdapat dalam beberapa macam yaitu hujan halus, hujan rintik-rintik dan hujan lebat. Perbedaan terutama pada besarnya butir-butir. Hujan lebat biasanya turun sebentar saja jatuh dari awan cumulonimbus. Hujan semacam ini dapat amat kuat dengan intensitas yang besar (Karim,1985). 
Curah hujan dapat diukur dengan alat pengukur curah hujan otomatis atau yang manual. Alat-alat pengukur tersebut harus diletakkan pada daerah yang masih alamiah, sehingga curah hujan yang terukur dapat mewakili wilayah yang luas. Salah satu tipe pengukur hujan manual yang paling banyak dipakai adalah tipe observatorium (obs) atau sering disebut ombrometer. Curah hujan dari pengukuran alat ini dihitung dari volume air hujan dibagi dengan luas mulut penakar. Alat tipe observatorium ini merupakan alat baku dengan mulut penakar seluas 100 cm2 dan dipasang dengan ketinggian mulut penakar 1,2 meter dari permukaan tanah (jumin, 2002)
Alat pengukur hujan otomatis biasanya memakai prinsip pelampung, timbangan dan jungkitan. Keuntungan menggunakan alat ukur otomatis ini antara lain seperti, waktu terjadinya hujan dapat diketahui, intensitas setiap terjadinya hujan dapat dihitung, pada beberapa tipe alat, pengukuran tidak harus dilakukan tiap hari karena periode pencatatannya lebih dari sehari, dan beberapa keuntungan lain (Sutedjo, Mul Suryani dan Kartasapoetra. 2005). 
Curah hujan dapat diklasifikasikan berdasarkan bentuk atau unsur-unsur presipitasi yakni pertama,hujan. Hujan adalah butir-butir air yang jatuh ke bumi dalam bentuk cair. Butir-butir hujan mempunyai garis tengah 0,08 – 6 mm. Macam hujan yaitu hujan halus, hujan rintik-rintik dan hujan lebat. Perbedaan terutama pada besarnya butir-butir. Hujan lebat biasanya turun sebentar saja dari awan cumulonimbus. Hujan semacam ini dapat amat kuat dengan intensitas yang besar. Kedua salju, terjadi karena sublimasi uap air pada suhu dibawah titik beku. Bentuk dasar dari slju adalah hexagonal akan tetapi hal ini tergantung dari suhu dan cepatnya sublimasi. Dan yang ketiga, hujan ES. Hujan es jatuh pada waktu hujan guntur dari awan cumulonimbus. Didalam awan terdapat konveksi dari udara panas dan lembab. Dalam udara panas dan lembab yang naik secara konvektif, dan terjadilah sublimasi. Bilamana aliran menjadi lemah, butir-butir air akan turun sehingga sampai pada bahagian bawah, disini mengisap air sehingga sebagian membeku oleh inti yang sangat dingin itu (Handoko, 1986).
Curah hujan dapat diukur dengan alat pengukur curah hujan otomatis atau yang manual. Alat-alat pengukur tersebut harus diletakkan pada daerah yang masih alamiah, sehingga curah hujan yang terukur dapat mewakili wilayah yang luas. Salah satu tipe pengukur hujan manual yang paling banyak dipakai adalah tipe observatorium (obs) atau sering disebut  ombrometer. Curah hujan dari pengukuran alat ini dihitung dari volume air hujan dibagi dengan luas mulut penakar. Alat tipe observatorium ini merupakan alat baku dengan mulut penakar seluas 100 cm2 dan dipasang dengan ketinggian mulut penakar 1,2 meter dari permukaan tanah. ( Jumin, 2002).
Evaporasi merupakan konversi air kedalam uap air. Proses ini berjalan terus hampir tanpa berhenti disiang hari dan kerap kali dimalam hari, perubahan dari keadaan cair menjadi gas ini memerlukan energi berupa panas laten untuk evaporasi, proses tersebut akan sangat aktif  jika ada penyinaran matahari langsung, awan merupakan penghalangan radiasi matahari dan penghambat proses evaporasi. Jika uap air menguap ke atmosfer maka lapisan batas antara permukaan tanah dan udara  menjadi jenuh oleh uap air sehingga proses penguapan berhenti,agar proses tersebut berjalan terus,lapisan jenuh harus diganti dengan udara kering, pergantian itu hanya mungkin jika ada angina,yang akan menggeser komponen uap air,kecepatan angina memegang peranan penting dalam proses evaporasi. (Wahyuningsih, 2004).
Evaporasi yang terus menerus memerlukan pemindahan uap air dari permukaan sedikit ke atas,tanpa memindahkan udara dekat bumi, udara itu akan jenuh dengan uap air dan evaporasi akan berhenti. Molekul air terus menerus bergerak melewati permukaan air ke atmosfer bumi. Bila jumlah molekul-molekul yang keluar dari permukaan lebih besar dari pada jumlah yang kembali ke permukaan air maka terjadi evaporasi. Pergantian secara netto hanya merupakan sebagian kecil dari jumlahnya (AAK, 1997).
Informasi curah hujan diperlukan mengenai jumlah hujan, jumlah hari hujan dan sebarannya menurut waktu. Kelembaban berkaitan dengan pertumbuhan hama dan penyakit tertentu pada berbagai tanaman. Suhu berkatan dengan umur tanaman, pertumbuhan generatif, pembentukan biji, buah dan gangguan fisiologis lainnya. Angin diperlukan untuk penguapan, penyerbukan, keseimbangan kandungan udara, bahkan tenaga angin dapat dipakai untuk menggerakan berbagai alat mekanik pertanian. Yoshida and Parao (1976) menyatakan suhu, radiasi surya dan curah hujan mempengaruhi pertumbuhan dan hasil padi melalui dua cara. Pertama secara langsung, iklim mempengaruhi proses fisiologis tanaman, seperti pertumbuhan vegetatif, susunan organ-organ penyimpanan dan pengisian gabah. Kedua secara tidak langsung mempengaruhi hasil gabah melalui kerusakan oleh hama dan penyakit yang menyerang tanaman.
nformasi iklim yang diperlukan untuk pertanian praktis sifatnya (Darwis, 1992), agak bebeda dengan informasi iklim yang ada sekarang ini tersedia. Yang diperlukan lebih spesifik antara lain:
1. Informasi wilayah
Berdasarkan sifat iklim suatu wilayah, komoditas pertanian apa yang sesuai di daerah tersebut untuk dikembangkan mungkin dapat dibedakan atas komoditas sesuai dan sesuai bersyarat.
2. Informasi Komoditas
Sebagai contoh bila ada orang mau menanam mangga. Dimana daerah yang cocok iklimnya untuk tanaman tersebut. Kalau dapat dilengkapi dengan informasi sifat tanah, luas areal, social ekonomi dan lain sebagainya, yang mendukung pertumbuhan dan produksi mangga. Contoh lain, kalau di Padang Sidempuan iklim mikro dan sifat tanah telah cocok untuk bertanam Salak dengan pertumbuhan dan produksi telah maksimal, seharusnya didaerah itu jangan dikembangkan lagi komoditas lain yang dapat mengganggu areal Salak seperti Kelapa Sawit dan Karet serta pemukiman.
3. Pola Curah hujan
Pola curah hujan selama satu musim atau satu tahun yang akan datang, sangat diperlukan untuk merencanakan pertanian. Kapan, berapa lama, berapa banyak curah hujan pada suatu lokasi tertentu. Secara terinci dapat diinformasikan berapa persen peluang curah hujan sejumlah yang diharapkan dapat diperoleh. Hal ini dapat berbeda untuk komoditas yang berbeda pula. Untuk mendukung ini sebenarnya dari zaman Belanda sampai era tahun 70-an masih sangat banyak pengamatan curah hujan di Sumatera Utara dengan system kerja sama antara BMG dengan instansi terkait lainnya. Namun belakangan ini makin sedikit pengamatan yang berkesinambungan dilaksanakan. Tentu saja berakibat informasi ini tidak setiap tempat dapat tersedia, padahal dengan system kerja sama tersebut BMG menyediakan alat dan hasil analisisnya. Instansi terkait yang melakukan pengamatan dan mengirim data ke BMG.
4. Peluang Kekeringan
Tidak hanya pola curah hujan yang perlu diprakirakan. Peluang terjadinya kekeringan pun perlu dikaji dengan seksama. Berapa persen peluang terjadinya kekeringan pada satu waktu didaerah tertentu. Kapan akan terjadinya pun sebenarnya dapat diprakirakan. Hal ini semua hanya dapat dilakukan jika data tersedia dengan lengkap di daerah-daerah sentra pertanian khususnya.
5. Peta Iklim
Peta iklim untuk pertanian seyogianya selalu dapat diperbaharui secara berkala, terutama untuk pola curah hujan dengan data-data mutakhir. Dewasa ini walaupun Sumatera Utara telah memiliki peta iklim (zone agroklimat menurut Oldeman) yang disusun tahun 90-an sebenarnya harus selalu di up dating secara berkala sesuai dengan data-data mutakhir (Darsiman, dkk, 1999). Persoalan kita adalah data-data mutakhir volumenya makin menurun. Salah satu penyebabnya adalah, sebelumnya semua stasiun hujan yang ada, BMG bekerjasama dengan Diperta, Disbun, Dishut dan PU Pengairan Tk I Sumut, namun setelah Otonomi Daerah belum ada kejelasan Stasiun Hujan kerjasama yang ada di daerah siapa yang bertanggung jawab secara structural.





III.         PELAKSANAAN PRAKTIKUM
A.    Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada hari jum’at,  tanggal 27 mei 2011, pukul 17.00 wib – 18.00 wib, dan pada hari sabtu, tanggal 28 mei 2011, pukul 06.00 wib -12.00 wib di Agro Techno Park 1 daerah Gelumbang Sumatera Selatan.

B.     Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang digunakan adalah pengukuran suhu adalah thermometer, tabel pengamatan dan alat-alat tulis.

C.    Cara Kerja
Cara kerja dalam praktikum pengukuran curah hujan adalah sebagai berikut:
1. Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Observatorium dipasang sehari sebelum pengamatan, dan alat ini dipasang pada ketinggian 120 cm dari permukaan tanah.
3. Selanjutnya air yang terdapat dalam corong tersebut dipindahkan ke dalam gelas ukur dengan diameter 100 cm sehingga volume air hujan dapat dihitung.
4 Pengamatan dilakukan secara berkala, setelah pengamatan awal dilakukan pengamatan selanjutnya dilakukan setelah 30 menit pengamatan pertama. Dan dilakukan secara terus-menerus sampai batas waktu yang telah ditentukan.

IV.             HASIL DAN PEMBAHASAN
A.    Hasil
Berikut adalah tabel hasil pengamatan pada praktikum curah hujan:
Jam
Curah Hujan
17:00
-
17:30
-
18:00
-
06:00
21,4
06:30
21,4
07:00
21,4
07:30
21,4
08:00
21,4
08:30
21,4
09:00
21,4
09:30
21,4
10:00
21,4
10:30
21,4
11:00
21,4
11:30
21,4
12:00
21,4


B.     Pembahasan
Pada praktikum ini kami dari kelompok II mengambil sampel pengamatan curah hujan pada pukul 17.30 WIB, dan pukul 09.00 WIB, dan diperoleh hasilnya sebagai berikut jumlah curah hujan pada pukul 17.30 WIB yaitu tidak diketahui datanya, karena hari itu hujan sama sekali tidak turun. Pada pukul 09.00 WIB, curah hujan yaitu 21,4 mm. Semakin deras hujan yang turun maka semakin besar volume curah hujan yang di dapat.
Hujan merupakan unsur fisik lingkungan yang paling beragam baik menurut waktu maupun tempat dan hujan juga merupakan faktor penentu serta faktor pembatas bagi kegiatan pertanian secara umum, oleh karena itu klasifikasi iklim untuk wilayah Indonesia (Asia Tenggara umumnya) seluruhnya dikembangkan dengan menggunakan curah hujan sebagai kriteria utama. Dengan adanya hubungan sistematik antara unsur iklim dengan pola tanam dunia telah melahirkan pemahaman baru tentang klasifikasi iklim, dimana dengan adanya korelasi antara tanaman dan unsur suhu atau presipitasi menyebabkan indeks suhu atau presipitasi dipakai sebagai kriteria dalam pengklasifikasian iklim.
Dari hasil pengamatan dapat diketahui bahwa curah hujan rata-rata 21,4 mm. Hal ini menunjukkan bahwa hujan merupakan salah satu siklus hidrologi, dimana terjadi terus menerus selama perputaran siklus. Air  menguap keatas lalu turun ke permukaan  lagi dan menguap lagi. Hujan memainkan peranan penting dalam siklus hidrologi. Lembaban dari laut menguap, berubah menjadi awan, terkumpul menjadi awan mendung, lalu turun kembali ke bumi, dan akhirnya kembali ke laut melalui sungai dan anak sungai untuk mengulangi daur ulang itu semula.
Tingginya suhu yang lembab menyebabkan banyaknya hujan terjadi karena asumsi suatu massa udara yang lembab tersebut. Hujan terjadi dari adanya udara lembab yang esensial. Jika udara terlalu kering, hujan dapat jatuh dari awan dan tidak pernah menjangkau tanah. Jejak hujan yang kelihatan tidak menjangkau tanah itu disebut virga. Asumsi bahwa suatu massa udara lembab, ada empat penyebab utama timbulnya hujan lebat. Semua penyebab ini mempunyai pengaruh bagaimana membuat udara yang hangat naik. Pada kenaikan tekanan yang lebih rendah bergerak ke arah yang lebih luas dan kehilangan panas, resultan yang mendingin berarti lebih sedikit embun yang dapat ditahan dan hujan pun terjadi.
Adapun alat yang digunakan untuk mengukur curah hujan adalah observatorium, prinsip kerja alat ini di pasang pada tempat terbuka dengan sudut 45 0 dari sudut pandang permukaan corong ke sekitarnya, alat ini di pasang pada ketinggian 120 cm dari permukaan tanah hingga mulut corong.
Penakar hujan yang baku digunakan di Indonesia adalah tipe observatorium. Semua alat penakar hujan yang beragam bentuknya atau yang otomatis dibandingkan dengan alat penakar hujan otomatis (OBS). Penakar hujan OBS adalah manual. Jumlah air hujan yang tertampung diukur dengan gelas ukur yang telah dikonversi dalam satuan tinggi atau gelas ukur yang kemudian dibagi sepuluh karena luas penampangnya adalah 100 cm sehingga dihasilkan satuan mm. Pengamatan dilakukan sekali dalam 24 jam yaitu pada pagi hari. Hujan yang diukur pada pagi hari adalah hujan kemarin bukan hari ini.
Penakar curah hujan tipe manual mempunyai beberapa kerugian, antara lain pada waktu hujan lebat, kemungkinan air akan meluber sehingga hasil pengukuran tidak menunjukkan pengukuran sebenarnya,sejumlah air di dalam tabung kemungkinan bukan berasal dari air hujan tetapi dari kondensasi,serta intensitas hujan tidak dapat diukur.
Jumlah curah hujan yang jatuh di permukaan tanah dinyatakan dalam satuan millimeter. Jumlah curah hujan 1 mm menunjukkan tebal air hujan yang jatuh di permukaan tanah 1 mm, jika ir tersebut meresap ke dalam tanah atau menguap ke atmosfer.
Air hujan sering digambarkan sebagai berbentuk "lonjong", lebar di bawah dan menciut di atas, tetapi ini tidaklah tepat. Air hujan kecil hampir bulat. Air hujan yang besar menjadi semakin leper, seperti roti hamburger; air hujan yang lebih besar berbentuk payung terjun. Air hujan yang besar jatuh lebih cepat berbanding air hujan yang lebih kecil.Beberapa kebudayaan telah membentuk kebencian kepada hujan dan telah menciptakan pelbagai peralatan seperti payung dan baju hujan. Banyak orang juga lebih gemar tinggal di dalam rumah pada hari hujan.
Biasanya hujan memiliki kadar asam pH 6. Air hujan dengan pH di bawah 5,6 dianggap hujan asam.Banyak orang menganggap bahwa bau yang tercium pada saat hujan dianggap wangi atau menyenangkan. Sumber dari bau ini adalah petrichor, minyak atsiri yang diproduksi oleh tumbuhan, kemudian diserap oleh batuan dan tanah, dan kemudian dilepas ke udara pada saat hujan.

V.            KESIMPULAN DAN SARAN
A.    Kesimpulan
Dari penjelasan di atas dan berdasarkan pengamatan dalam praktikum agroklimatologi tentang curah hujan ini, maka didapatkan kesimpulan yaitu:
1.  Hujan merupakan jatuhnya air ke permukaan bumi yang memiliki satu bentuk presipitasi yang berwujud cairan
2.  Dengan adanya hujan maka persediaan air di permukaan tanah akan bertambah sehingga kebutuhan air akan terpenuhi.
3.  Jumlah curah hujan yang jatuh di permukaan tanah dinyatakan dalam satuan millimeter
4.   Curah hujan tertinggi yang didapat dalam pengamatan yaitu sebesar 21,4 mm
5.   Adapun alat yang digunakan untuk mengukur curah hujan adalah observatorium

B.     Saran
Praktikum agroklimatologi ini merupakan praktikum yang berperan penting dalam dunia pertanian. Sehingga dalam praktikum mengenai curah hujan ini sebaiknya para praktikan bersifat aktif dalam melakukan kegiatan untuk mencoba membongkar alat sendiri pada saat mengukur curah hujan. Serta dapat mengukur sendiri dalam mengukur curah hujan di lapangan.



DAFTAR PUSTAKA
AAK. 2003. Dasar-Dasar Bercocok Tanam. PT Kanisius. Yogyakarta.
Darsiman, B,. Sutrisno., Mukri Siregar., Nazaruddin Hisyam. 1999. Kharakteristik Zone Agroklimat E2 di Sumatera Utara. Makalah Penunjang Kongres IV PERHIMPI dan Simposium Internasional I, Bogor, 18-20 Oktober 1999. 9 pp
Darwis, S. N. 1992. Pemantapan Pola Iklim untuk Pertanian. Proc.Symposium Met. Pertanian III. PERHIMPI. P9-20.
Handoko. 1994. Klimatologi Dasar. PT Dunia Pustaka Jaya. Jakarta.
Jumin, Hasan Basri. 2002. Agroekologi Suatu Pendekatan Fisiologi. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta
Karim, K. 1985. Diktat Kuliah Dasar-Dasar Klimatologi. Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.
Sutedjo, Mul Suryani dan Kartasapoetra. 2005. Pengantar Ilmu Tanah. PT RINEKA CIPTA, Jakarta.
Wahyuningsih, Utami. 2004. Geografi. Pabelan. Jakarta
Yoshida, S., and F.T Parao. 1976. Climate influence on yield and yield components of lowland rice in tropics. Proc. Of Symposium on Climate and Rice. The Int. Res. Inst. Los Banos, Philippines. P471-494



Tidak ada komentar:

Posting Komentar